JAKARTA, KOMPAS.com — Dari total 381 Perusahaan Daerah Air Minum se-Indonesia, hanya sekitar 37 persen yang mampu meraih laba. Tidak kompetitifnya harga jual air serta bobroknya manajemen menjadi pemicu utama ambruknya bisnis PDAM.
"Hanya 142 PDAM yang untung. Sisanya berada dalam kondisi kurang sehat dan sakit. Yang kurang sehat hanya bisa menutup biaya operasi, sedangkan yang sakit menderita kerugian," kata Kepala Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Kementerian Pekerjaan Umum Rachmat Karnadi di Jakarta, Senin (21/3/2011).
Menurut dia, banyaknya PDAM yang belum bisa mendatangkan keuntungan karena terlilit pinjaman. Tercatat 209 PDAM yang memiliki pinjaman.
"Untuk menyelesaikan utang tersebut, pemerintah telah menghapuskan utang nonpokok kepada 60 PDAM. Ada 90 PDAM yang mengajukan penghapusan, tetapi hanya 60 yang disetujui," ujarnya.
Rachmat menjelaskan, lilitan utang muncul karena PDAM masih menjual air dengan harga murah. Harga jual murah membuat mereka kesulitan mencukupi biaya operasional. Hal tersebut akhirnya mengganggu pelayanan sehingga pelanggan memilih berhenti.
"Hanya 142 PDAM yang untung. Sisanya berada dalam kondisi kurang sehat dan sakit. Yang kurang sehat hanya bisa menutup biaya operasi, sedangkan yang sakit menderita kerugian," kata Kepala Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Kementerian Pekerjaan Umum Rachmat Karnadi di Jakarta, Senin (21/3/2011).
Menurut dia, banyaknya PDAM yang belum bisa mendatangkan keuntungan karena terlilit pinjaman. Tercatat 209 PDAM yang memiliki pinjaman.
"Untuk menyelesaikan utang tersebut, pemerintah telah menghapuskan utang nonpokok kepada 60 PDAM. Ada 90 PDAM yang mengajukan penghapusan, tetapi hanya 60 yang disetujui," ujarnya.
Rachmat menjelaskan, lilitan utang muncul karena PDAM masih menjual air dengan harga murah. Harga jual murah membuat mereka kesulitan mencukupi biaya operasional. Hal tersebut akhirnya mengganggu pelayanan sehingga pelanggan memilih berhenti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar